Misteri Rahm Emanuel Mudik Ke Israel Sampaikan Undangan Obama Bertemu Netanyahu


Jakarta 29/5/2010 (KATAKAMI) Presiden Palestina Mahmoud Abbas saat ini berada di Indonesia. Setelah dijamu makan malam oleh Wakil Presiden Boediono pada hari Jumat (28/5/2010), di hari Sabtu (29/5/2010) Presiden Abbas telah bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dan dalam pertemuannya dengan Presiden SBY,  dipastikan Palestina (melalui Presiden Mahmoud Abbas) mendapat bantuan Rp. 25 Miliar dari Pemerintah Indonesia.

Lain lagi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Setelah menyelesaikan kunjungannya di Perancis tanggal 27 Mei lalu, Bibi — panggilan dari PM Netanyahu — di akhir pekan ini sudah bergeser ke Kanada untuk memulai kunjungan kerjanya disana. Dari Kanada, Bibi akan menuju Amerika untuk memenuhi undangan pertemuan dengan Presiden Barack Hussein Obama.

Lalu rencananya tanggal 1 Juni 2010, Bibi akan bertemu dengan Presiden Obama.

Undangan Obama untuk Bibi disampaikan secara langsung oleh Kepala Staf Gedung Putih Rahm Emanuel yang “bertandang” ke tanah leluhurnya Israel untuk liburan keluarga yang dinyatakan sebagai kunjungan yang sangat pribadi.

Saat Bibi Netanyahu berangkat ke Perancis, Rahm Emanuel masih berada di Israel.

Kalau diilustrasikan seperti permainan catur (terkait perundingan dan perdamaian Timur Tengah), pion-pion catur ini acak-acakan posisinya tetapi tetap dalam satu slot permainan yang harus tetap diselesaikan agar tuntas menuju ke “happy ending”.

Tapi baiklah, yang ingin dibahas ini adalah rencana pertemuan Obama dan Netanyahu tanggal 1 Juni mendatang.

Obama memang politisi yang cerdik dan tampaknya sadar sepenuhnya bahwa ketegangan antara Amerika dan Israel beberapa bulan terakhir ini tidak bisa didiamkan serta dibiarkan terus menerus hingga berkepanjangan.

https://i0.wp.com/cache.daylife.com/imageserve/08ys2z3bIOdtz/610x.jpg

Foto : Rahm Emanuel bertemu PM Netanyahu (26 Mei 2010)

Menyanyikan “Symphony Yang Indah” Untuk Obama & Netanyahu

Jangan Pojokkan Bibi Netanyahu & Israel, Carilah Solusi Demi Perdamaian

Jangan Biarkan Penawanan Atas Prajurit Gilad Schalit Menjadi Keabadian

Itikat Baik Israel Ditampik Hamas, Hei Bebaskanlah Gilad Shalit !


Adalah mustahil bagi seorang Presiden dari negara sebesar Amerika, “mengizinkan” seorang tangan kanannya yang sangat amat berpengaruh dan dipercaya luar biasa sekelas Rahm Emanuel untuk bisa berlibur bersama keluarga berhari-hari (bisa dibilang lumayan lama) di tanah leluhurnya di Israel sana.

Kalau boleh berbicara spekulasi, “misteri” mudiknya Rahm Emanuel ke Israel pastilah atas perintah Presiden Obama.

Rahm yang memang menjadi penasehat Obama, patut diacungi jempol dan benar-benar pantas mendapat penghargaan yang tinggi dalam memainkan peranannya menjembatani Sang Atasan yaitu Barack Obama kepada para pimpinan di Israel (terutama kepada PM Netanyahu).

Secara kasat mata, semua pihak akan melihat bahwa kepergian Rahm ke Israel memang untuk acara yang sangat pribadi yaitu keperluan keluarga.

Rahm memang keturunan Yahudi.

Tetapi misi pentingnya menyampaikan pesan Sang Presiden untuk mengundang PM Netanyahu datang ke Washington adalah sebuah tugas besar yang harus dilaksanakannya dengan sangat baik.

Mengingat relasi Obama dan Netanyahu memang boleh dibilang “sedikit bermasalah” pasca kunjungan Bibi Netanyahu ke Washington bulan Maret lalu yang terkesan dikecewakan dan disepelekan Obama.

Dan ternyata Rahm mampu menjalankan misi pentingnya kali ini dengan sangat amat baik sekali.

Foto : Kepala Staf Gedung Putih Rahm Emanuel


Rahm menunjukkan “kehebatannya” menjalankan misi “diplomatik” ala Gedung Putih (White House) yang cantik sekali terlihat di permukaan.

Dan dalam hitungan jam ke depan ini, Bibi Netanyahu dan Barack Obama akan segera bertemu.

Mampukah kedua pemimpin ini menahan ego masing-masing dan kembali ke titik awal persahabatan yang penuh pengertian, dukungan dan rasa kebersamaan yang berguna untuk melanjutkan proses perdamaian di Timur Tengah.

Bibi Netanyahu dan Barack Obama harus mampu mensinergikan visi dan misi mereka yang muaranya adalah merealisasikan perdamaian di Timur Tengah.

Banyak hal yang harus dilakukan jika Palestina dan Israel dituntut untuk mau saling berdamai.

PM Netanyahu sendiri sudah menyatakan saat ia berada di Perancis (27/5/2010) lalu bahwa pembicaraan damai antara Israel dan Palestina harus dilakukan secara langsung (tidak lagi melalui perantara).

Yang barangkali terabaikan dalam proses damai ini adalah Pihak Hamas yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Palestina secara keseluruhan.

Termasuk beragam provokasi dan keputusan Hamas untuk terus memenjarakan dan menawan prajurit (muda) Israel Gilad Shalit sejak ditangkap pada bulan Juni 2006 lalu.

Bagaimana mungkin Israel disuruh berdamai dengan Palestina, tetapi ada satu unsur didalam Palestina sendiri yang kerjanya melemparkan provokasi-provokasi kepada Pihak Israel sehingga seakan-akan Israel dipojokkan lewat trik FAIT ACCOMPLI.

Sebelum Israel memberikan respon atau tanggapan resmi, sudah dibombardir dengan seribu satu macam tekanan, desakan dan provokasi dari semua penjuru mata angin.

Sehingga untuk mempertahankan diri mereka, Israel memilih bersikap defensif. Sadar bahwa mereka “diserang dan ditekan” disana sini, Israel juga menjadi terlihat agresif mempertahankan diri mereka dengan cara yang menurut mereka pantas dan sah dilakukan demi martabat bangsa.

Dan sering kali, Israel juga menjadi sangat agresif dalam kontak-kontak senjata ke arah Gaza.

Hanya beberapa hari menjelang pertemuan Obama dan Bibi Netanyahu, situasi di perairan seputar Gaza juga memanas.

Israel melakukan blokade terhadap 3 Armada Kapal (diikuti 2 Kapal Kargo) yang datang dari arah Turki membawa sekitar 600 orang aktivis skala internasional dengan dalih hendak mengantarkan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina di Gaza.

Israel yang memang sangat “keras kepala” ini, tidak takut dengan gertakan seperti apapun.

Kapal-Kapal itu siap diusir oleh Israel.

Foto : PM Benjamin Netanyahu & Presiden Shimon Peres


Padahal kalau mau sedikit lebih “manis” dalam melakukan aksi kemanusiaan, mengapa tidak ditempuh jalur-jalur diplomasi tingkat tinggi yang memungkinkan semua bantuan kemanusiaan itu masuk ke Gaza tanpa harus memancing dan menghadapi perang terbuka ?

Mari semua pihak melihat Israel dengan hati yang bijaksana.

Jangan tendensius dan emosional.

Satu contoh kecil saja, sekitar bulan lalu saat putri (berusia sekitar 3 tahun) dari seorang Pejabat Hamas sakit keras dan harus menjalani operasi medis di Yordania, Israel mengizinkan rombongan Hamas yang membawa anak kecil itu untuk keluar dari Gaza.

Izin dari Israel ini keluar, atas campur tangan Pihak Kerajaan Yordania.

Menghadapi Israel, jangan dengan garang dan buas.

Menghadapi Israel, jangan dengan teriakan-teriakan kasar yang gaungnya mendunia penuh hardikan sangat sinis.

Sebab percayalah, semua gertakan yang garang dan buas tadi, tak akan mampu memaksa Presiden Shimon Peres, PM Netanyahu dan Pemerintahan Israel secara keseluruhan.

Sebagai sebuah negara yang berdaulat, Israel tentu tidak ingin mereka dipermalukan dan dianggap lemah di mata dunia bila harus tunduk pada gertakan-gertakan keroyokan seperti itu.

Presiden Shimon Peres, PM Netanyahu dan Pemerintahan Israel, pasti bisa diajak bicara dan berunding — jika kepentingannya untuk meloloskan bantuan kemanusiaan –.

Apa yang disyaratkan mereka, tidak ada salahnya di komunikasikan terlebih dahulu agar bantuan kemanusiaan itu mereka izinkan untuk masuk.

Tapi jangan tantang mereka dengan pola pertarungan adu mulut di berbagai media massa kelas dunia.

Dan Israel juga jangan terlalu egois sebab setiap kebijakannya yang sangat amat “keras” akan berdampak pada semakin buruknya posisi mereka di mata internasional.

 Semoga situasi di Perairan Gaza itu, tidak akan mengganggu dan merusak suasana pertemuan Presiden Obama dan PM Netanyahu tanggal 1 Juni mendatang.

Pertemuan ini sangat amat penting.

Foto : Presiden Barack Obama


Biar bagaimanapun, Amerika sebagai sebuah negara yang pengaruhnya teramat besar di kancah internasional, tak bisa lepas tangan pada proses perundingan damai antara Israel dan Palestina yang selama ini sudah dirintis.

Obama akan bertemu dengan Bibi Netanyahu tanggal 1 Juni.

Dan rencananya akan bertemu dengan Presiden Mahmoud Abbas tanggal 9 Juni.

Janganlah lagi, pertemuan-pertemuan ini hanya bersifat retorika saja yaitu sekedar bertemu, berjabatan tangan dan berbicara sekedarnya untuk “saling menekan”.

Tak bisa lagi dikatakan bahwa Amerika harus menekan Israel.

Sebaiknya istilah menekan, tidak dijadikan rumus tunggal bagi penyelesaian krisis perundingan damai di Timur Tengah.

Ajaklah Israel bicara secara rinci.

Jika satu topik mentok pembahasannya, maka lebarkanlah pembahasan itu kepada alternatif-alternatif lain yang memungkinkan berbagai perbedaan pandangan bisa menemukan solusi.

Jangan sodorkan secarik kertas yang berisi daftar tuntutan yang wajib dituruti Israel.

Lalu kalau bertemu dengan Palestina, di sodorkan juga daftar tuntutan yang wajib dituruti..

Kalau cara seperti itu yang ditempuh, sampai dunia ini kiamatpun akan sulit merealisasikan perdamaian itu.

PM Netanyahu ada benarnya, bagaimana mungkin perdamaian bisa diwujudkan jika perundingan damai itu terus menerus dilakukan secara tidak langsung.

Menurut Netanyahu, sudah saatnya perundingan Palestina dan Israel dilakukan secara langsung.

Tetapi yang harus di ingat oleh PM Netanyahu, jika perundingan langsung yang diinginkan Pihak Israel, adakah jaminan bahwa segala hal yang dirundingkan secara langsung itu tidak akan ditolak mentah-mentah oleh Israel ?

Perundingan langsung atau tidak langsung, semua ada konsekuensinya.

Tujuan utama dari perundingan itulah yang harus tetap diselamatkan oleh semua pihak agar tidak tenggelam dan lama kelamaan menjadi musnah di telan lautan kehidupan ini.

https://i0.wp.com/www.dw-world.de/image/0,,4712908_1,00.jpg

Foto : Presiden Obama, PM Netanyahu & Presiden Mahmoud Abbas


Semoga pertemuan Obama dan Bibi Netanyahu, tidak justru membuat hubungan antara Israel dan Amerika menjadi semakin tegang dan memburuk.

Justru sebaliknya, hubungan itu harus di kembalikan ke posisi semula yaitu hubungan yang memiliki relasi kuat, penuh pengertian dan rasa persahabatan yang sangat amat kuat.

Sebab dengan memiliki relasi yang sangat baik itulah, Amerika bisa dengan mudah “bicara” dengan Israel.

Jangan begini, jangan begitu, sebaiknya begini dan sebaiknya begitu.

Bayangkan kalau hubungan antar kedua negara ini sangat amat tegang, Amerika belum mengucapkan sepatah katapun … bisa jadi Israel sudah melengos dan buang muka.

Atau Israel bisa pura-pura menyimak, tetapi di belakang layar tidak menjalankan apa yang sudah disepakati.

Kepada Presiden Obama dan PM Netanyahu, berjabat-tanganlah sebagaimana layaknya sepasang sahabat yang saling membutuhkan dan siap memberikan segala pengertian demi persahabatan itu sendiri.

Hendaklah masing-masing memberikan senyuman yang indah dan pelukan hangat sebagaimana layaknya sepasang sahabat yang memiliki kedewasaan dan kematangan dalam memerintah dan dalam berpolitik.

Jangan adu ego.

Jangan adu argumen yang berkonotasi negatif.

Tersenyumlah.

Berjabatan tanganlah dengan erat.

Jangan “mengaku bersahabat” tetapi realitanya tidak menunjukkan kesungguhan dan ketulusan dalam persahabatan yang sejati.

Mutual respect.

Mutual understanding.

Mutual benefit.

Ingatlah untuk saling menghargai, saling mengerti dan saling memberikan manfaat yang positif dalam hubungan antar negara yang berguna bagi banyak pihak.

Demi perdamaian itu sendiri, Obama dan Netanyahu harus mampu menunjukkan terlebih dahulu kepada “dunia” bahwa kedua pemimpin ini memang bisa berdamai.

Bagaimana mau mendamaikan Israel dan Palestina, kalau “sang juru damai” justru kesulitan menjalin relasi yang penuh damai dengan Israel “si anak nakal” yang kerap kali membuat banyak pihak pusing tujuh keliling atas sikap keras kepala mereka jika sedang memproteksi harga diri dan kedaulatan negara mereka.

Obama, peraih Nobel Perdamaian 2009 ini, tertantang oleh situasi saat ini untuk secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan membantu percepatan terwujudnya peta jalan menuju perdamaian (sejati) antara Palestian dan Israel.

Pertemuan 1 Juni, janganlah di sia-siakan — baik oleh Obama atau Netanyahu –.

https://i0.wp.com/cache.daylife.com/imageserve/03thbeMdbG1iB/610x.jpg

Foto : Rahm Emanuel dan Zach putranya (berkaus ungu) saat di Israel (28 Mei 2010)


Dan jika boleh berandai-andai, kalau pertemuan 1 Juni itu tak berhasil juga maka (apa boleh buat) Presiden Obama perlu untuk mempertimbangkan kembali menyuruh Rahm Emanuel untuk mudik ke Israel lagi guna menjadwalkan ulang pertemuan Obama dan Netanyahu.

Rahm tetap akan sangat berguna bagi Obama menjembataninya kepada pihak Israel.

Sebab Obama perlu mengingat satu hal yaitu jangan pernah bosan untuk bertemu dan mengkomunikasikan segala hal yang baik dengan pihak manapun.

Sebab, misi besarnya adalah untuk perdamaian itu sendiri.

Semua sudah menanti.

Bahkan sangat lelah menanti, perdamaian Palestina dan Israel itu bisa terwujud nyata.


(MS)