Megawati Soekarnoputri : Saya Tidak Pernah Membenci Seseorang !

Dimuat Di INILAH.COM tgl 21/12/2007 – 08:40

Oleh : Mega Simarmata

INNChannels, Jakarta – Sejak kalah di putaran kedua Pemilu Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri sangat sulit didekati wartawan. Apalagi untuk sebuah wawancara khusus.

INNChannels beruntung mendapatkan kesempatan yang sungguh langka itu. Kamis (20/12/2007), sambil bersilaturahmi dalam kaitan Hari Raya Idul Adha, penuh kehangatan mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan itu menerima kedatangan INNChannels di rumah kediamannya, Jalan Teuku Umar 27-29, Menteng, Jakarta Pusat.

Bahkan, dalam pertemuan empat jam itu, Megawati bersedia menjawab serangkaian pertanyaan. Berikut petikannya:

Seringnya Ibu melakukan kegiatan politik di berbagai daerah untuk berdialog dengan rakyat dituding hanya untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Karena situasi di tengah masyarakat kita memang serba sulit, Ibu Mega sengaja datang ke tengah masyarakat untuk cari popularitas. Benarkah begitu, Bu?

Kehadiran dan dialog-dialog saya dengan rakyat bukan sesuatu yang kesannya serba kebetulan. Saya sudah sering bilang bahwa saya tidak suka berandai-andai, sekiranya kondisi perekonomian tidak sesulit sekarang ini, di mana perbaikan ekonomi yang secara nyata harus terus dilakukan, saya harus tetap lakukan perjalanan ke bawah. Memangnya kenapa? Sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, saya ditugasi untuk selalu memantau dan mendengar secara langsung dari rakyat, terutama warga PDI Perjuangan. Seperti yang kamu tahu sendiri, selama ini saya hanya banyak mendengar laporan. Nah, sekarang saya akan langsung melihat dan mendengarkan dari rakyat.

 

 

Tapi, karena melakukan itu, Ibu kan dituding curi start kampanye?

Lho, nanti dulu. Menurut saya, wajar saja saya melakukan itu. Kalau ada pihak lain yang mau melakukan hal yang sama, silakan saja. Saya ini punya konstituen ketika Pemilu Pilpres 2004. Seperti saya ungkapkan baru-baru ini bahwa saya ini bukan kalah, tetapi hanya kurang suara (tersenyum).

Artinya, Ibu ingin mengatakan, jumlah pemilih Ibu pada Pemilu Pilpres 2004 yang hampir mencapai 45 juta suara itu tetap harus diperhatikan?

Ya, tentu, dong. Saya harus tetap memberikan perhatian dan penghormatan kepada mereka. Saya harus tetap menyapa mereka yang memilih saya waktu itu. Sebab, sebagai bagian dari bangsa ini, mereka juga merasakan bagaimana kondisi kehidupan di tengah masyarakat dalam pemerintahan yang sudah berjalan tiga tahun ini. Itulah maksud dan tujuan saya melakukan banyak perjalanan ke daerah-daerah. Dan, ingat ya, jangan ada yang menyebut perjalanan saya itu sebagai safari politik. Jangan begitulah. Saya tidak pernah bersafari. Yang saya lakukan adalah bersilaturahim dengan rakyat.

Silaturahim yang bertujuan untuk ‘tebar pesona’ ya?

Tebar pesona? (Megawati tertawa ceria). Kata tebar pesona itu kan saya yang bikin. Berarti, saya yang ngerti arti di balik kata-kata itu. Lho kok ada yang malah membalikkan kata-kata itu ke saya? Gak lucu toh? Bikin sendiri dong kata-kata kreasinya.

Iya. Sebab, kalau Ibu menciptakan ‘celetukan politik’ yang unik, kesannya sangat mengusik hati lawan politik?

Kalau kesan yang muncul bahwa saya ini sinis, itu kan kesan yang didapat dari orang. Bukan dari saya. Tapi, saya hanya ingin meletakkan segala sesuatunya secara proporsional. Kata tebar pesona tadi, misalnya. Saya yang berinisiatif menggunakan kata-kata itu, berarti saya bertanggung jawab menggunakan kata-kata itu.

https://i0.wp.com/nurulloh.kompasiana.com/files/2009/06/megawati-hs-agus-susanto.jpg

Terserah bahwa istilah yang Ibu gunakan adalah pada Pemilu Pilpres 2004 Ibu bukan kalah, melainkan kurang suara. Oke. Pertanyaannya adalah berhubung Ibu akan maju lagi dalam Pilpres 2009, hal itu menjadi satu ancaman terberat bagi pihak tertentu yang ingin maju juga. Ada tanggapan, Bu?

Saya tidak merasa sedang mengancam siapa pun. Untuk apa mengancam? Siapa yang merasa bahwa saya ini ancamannya? Saya ingin mengatakan begini, kita ini katanya berpolitik. Tentu, dalam berpolitik itu, apalagi dalam kehidupan partai politik, kita harus merebut kekuasaan. Dalam arti, merebut tanpa kekerasan, dan harus secara konstitusional. Di manapun di dunia ini, kondisinya memang begitu. Lalu, kalau saya dicap sebagai pesaing atau ancaman terberat, kok seperti gini … belum berlaga, sudah kalah duluan (tersenyum). Padahal, sebaiknya, kita ini berjalan saja sebagaimana mestinya. Bersama-sama, memberikan pendidikan politik kepada rakyat, tentang siapa yang harus mereka pilih sebagai pemimpin mereka.

Banyak pihak memprediksi, sepanjang 2008 nanti suhu perpolitikan di Indonesia akan memanas. Tanggapan Ibu?

Anda sudah mengenal saya lama. Dari dulu sampai sekarang, saya ini anti-kekerasan. Jadi, instruksi saya dari dulu sampai sekarang tetap sama. PDI Perjuangan harus tetap menjaga situasi yang aman dan damai. Artinya, tidak boleh melakukan apapun yang berbau kekerasan. Saya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan bersikap sangat tegas. Jika ada anggota PDI Perjuangan yang melakukan aksi-aksi kekerasan, saya akan memecatnya. Saya berharap ada kedewasaan dalam berpolitik. Kedewasaan dari semua warga bangsa agar terus menjaga keadaan di negara kita berjalan aman dan damai.

Dari pihak Ibu sempat mengatakan adanya upaya tebang pilih dalam upaya penegakan hukum yang saat ini gencar dilakukan aparat penegak hukum kita. Dugaan tentang adanya upaya tebang pilih itu sepertinya untuk menurunkan citra diri Ibu menjelang Pemilu Pilpres 2009. Bagaimana pendapat Ibu?

Tentu saja ada yang sedang berupaya seperti itu. Mengenai upaya penegakan hukum, sangat jelas ada tebang pilih. Kita sama-sama tahu kan, bukan kasus yang sedang berjalan saja yang harusnya diproses secara hukum. Seingat saya, banyak sekali kasus yang seharusnya sudah bisa menjalani proses hukum, yaitu masuk pada proses pengadilan. Tapi, banyak yang tidak berjalan. Kenapa?

Berhubung upaya pemberantasan korupsi begitu gencar, diharapkan komitmen pemberantasan korupsi itu membaik. Bagaimana Ibu menilainya?

Kita lihat sajalah, apa benar upaya pemberantasan korupsi itu sudah berjalan sesuai dengan yang digembar-gemborkan.

Kalau diamati, Ibu kok kelihatannya rukun, akur, dan akrab dengan tokoh-tokoh politik nasional, bahkan yang antar lintas partai seperti Wiranto, Gus Dur, Sultan Hamengku Buwono X, Try Sutrisno, Ryamizard. Ada kesamaan apa dengan mereka?

Hubungan kami memang terjalin baik sejak lama. Kami memang dekat. Kami memang harus selalu bisa menjaga silaturahmi. Terpenting, patokan saya, harus sama-sama Pancasilais. Sama-sama berkomitmen tinggi menjaga NKRI dan berpegang pada pluralisme. Saya bisa dengan mudah berdialog dengan mereka.

Kok mau-maunya Ibu berkawan dengan tokoh nasional yang nantinya akan maju juga dalam Pemilu Pilpres 2009. Wiranto, misalnya, itu kan saingan. Apa tidak merasa terancam?

Ah, saya ndak pernah merasa terancam. Itulah bedanya saya. Nah, ini ada juga hal lain. Saya kok sering ditanya, apakah Ibu sudah siap untuk maju dalam Pemilu Pilpres 2009? Lho, bukan maunya saya menjadi Capres, tapi partai saya yang menentukan. Jadi, bukan Megawati yang menentukan, melainkan partai saya, yaitu PDI Perjuangan. Memutuskan itu pun sudah melalui rapat berjenjang.

Artinya, bukan karena besarnya ambisi Megawati maka semangat sekali untuk maju lagi dalam Pilpres 2009, melainkan ada amanat resmi dari partai?

Lho, ya itu yang saya suka pikirkan. Saya ini Ketua Umum Partai Politik dan diperintahlan resmi oleh partai saya untuk maju lagi sebagai capres. Dan, itu bukan suatu yang mudah. Setelah melewati 2 Rakernas dan 1 Rakornas, akhirnya saya mau memberikan jawaban untuk bersedia dicalonkan lagi. Jadi, kalau yang lain ingin maju juga sebagai capres, ya silakan saja. Kan masing-masing punya keinginan dan pikiran juga. Persoalannya, kenapa yang diributkan siapa yang mau jadi calon? Padahal, terpenting, calonnya ini dalam memimpin rakyatnya bagaimana.

Maksud Ibu, mampu atau tidak?

Betul. Harus dicermati calon itu mampu atau tidak memimpin.

Kalau ada komentar perlu pembaruan untuk capres yang akan maju dalam Pemilu Pilpres 2009. Orang-orang muda diharapkan maju. Tanggapan Ibu?

Saya sangat setuju dan senang jika ada regenerasi. Kalau tidak begitu, bangsa ini tidak akan berjalan. Persoalannya sekarang, kenapa yang muda-muda itu tidak maju? Iya, kan. Ayo, sebut nama yang muda-muda itu, siapapun itu, terserah. Tapi, ayo calonkan diri secara resmi. Saya bukan sombong. Tapi, ajang untuk maju lagi dalam Pilpres 2009, bukan untuk ajang kepentingan diri sendiri. Suka atau tidak, bangsa kita memang membutuhkan seorang pemimpin. Bukan pimpinan. Sebab, berbeda makna antara pemimpin dan pimpinan.

Kenapa Ibu tetap tenang dan tidak emosi jika ada hujatan, ejekan, atau cara-cara sistematis untuk merusak citra diri Ibu?

Untuk apa saya emosi? Menurut saya, untuk apa hal-hal yang tidak dewasa dan yang tidak beretika dikomentari? Masih sangat banyak pikiran dan kegiatan demi kepentingan bangsa yang bisa kita utamakan. Contohnya, harga-harga kebutuhan pokok terus naik, daya beli masyarakat rendah, nah bagaimana agar semua bahan pokok untuk masyarakat terpenuhi. Tapi, kalau perekonomian rakyat tidak mampu untuk membeli dan memiliki, bagaimana solusinya? Saya dengar saat ini harga beras naik terus dan stok beras berkurang. Lalu, bagaimana nanti kalau berasnya melimpah, tapi rakyat yang tidak bisa membeli karena daya belinya tidak ada.

Pembicaraan Ibu mengarah ke masalah kemiskinan, ya? Belakangan ini pihak Jenderal Wiranto perang statement di media dengan pihak pendukung Presiden SBY. Ibu sendiri melihat masalah kemiskinan dan pengangguran. Nah, ketika Ibu berkunjung ke daerah, apakah benar angka kemiskinan dan pengangguran sekarang sangat meningkat?

Saya tidak akan menghakimi karena saya kan mengamatinya secara selintas. Untuk mengetahui kebenarannya secara kongkret, harus ada analisa mendalam. Tapi, masalah pengangguran dan kemiskinan, semua itu bisa diidentifikasi dari kemampuan daya beli masyarakat. Nah, kalau daya beli masyarakat tidak ada, itu kan artinya masyarakat kita sudah tambah miskin dan pengangguran bertambah banyak. Jadi, ndak usahlah ribut urusan pengangguran dan kemiskinan sekian persen.

Banyak yang penasaran, siapa sih yang bakal Ibu jadikan sebagai Cawapres?

Saya sudah sangat sering ditanya soal itu. Sekarang tiap hari. Biarkan saja partai yang menentukan. Kan PDIP akan menggelar dua Rakernas lagi. Tapi, ini bukan harga mati. Semua tergantung situasi.

Maksud saya, Cawapres Megawati untuk 2009 dari sipil atau militer?

Kita lihat nanti sajalah. Kalau maunya kan ya cari yang keren saja.

Apakah Ibu membenci Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Saya tidak punya rasa benci kepada seseorang. Saya tidak pernah mau benci kepada seseorang. Terus saya ini juga sering disudutkan. Salah satunya disebut bahwa saya ini Drop Out (DO). Eh, saya ini bukan DO dari kuliah saya. Yang benar adalah saya ini dipecat karena waktu itu saya aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Saya ini seorang aktivis. Pada 1965 itu, kamu umur berapa?

Wah, saya belum lahir, Bu. Saya lahir 1970-an…

Nah, tahun 1965 itu belum ada yang namanya Komnas HAM, lembaga yang mengurusi HAM itu. Waktu itu, ya, sudahlah. Ndak boleh sekolah… daripada digebuki, sudahlah.

Oke. Saya ingin sekali lagi bertanya, Bu. Apakah Ibu jujur bahwa Ibu tidak membenci Presiden SBY?

Mega… Saya katakan tadi, saya tidak membenci siapapun. Insya Allah, janganlah saya sampai punya rasa dendam.

Tapi, sejak Presiden SBY menang di Pemilu Pilpres 2004, mengapa Ibu belum pernah mau bertemu dengan beliau sampai saat ini tetapi dengan Wapres Jusuf Kalla sudah?

Kalau saya tidak mau bertemu, itu ada alasannya dan sangat rasional. Saya perlu memperhatikan begini, banyak orang tidak bisa mengerti alam pikiran saya. Tapi, sekarang belum saatnya saya ungkapkan lebih jauh.

Lalu, ada yang bilang, Bu Megawati kalah Pemilu Pilpres 2004 tapi kok tenang sekali kelihatannya. Tidak frustrasi atau malu, malah aktif dan terus mengurusi PDIP. Apa komentar Ibu?

Peristiwa 1965, kalau ada yang mengalami secara langsung, itu jauh lebih parah penderitaan dan bebannya dibandingkan situasi saat ini. Saya ini ditempa oleh keadaan. Ketika saya jadi Ketua Umum Parpol, saya berseberangan dengan rezim Orde Baru. Apakah ada partai politik saat ini yang pernah mengalami tekanan dan penderitaan seperti PDI zaman dulu itu? Kantornya direbut. Kekerasan yang dulu saya alami itu, sangat memalukan. Menurut saya, kita harus banyak belajar.

Menurut Ibu, bagaimana peluang koalisi PDIP, Golkar, PAN, PPP, dan partai nasionalis lainnya di Pemilu 2009?

Oh, ya, namanya juga kerja partai politik dan itu bukan hal baru. Saya kurang setuju kalau disebut koalisi. Saya lebih setuju disebut bergabung. Contohnya saat Pilkada DKI Jakarta. PDIP mendukung pencalonan Fauzi Bowo dan partai yang bergabung untuk mendukung sangat banyak lho. Hal seperti ini pun sudah kami lakukan pada Pemilu Pilpres 2004.

Apa komentar Ibu tentang keberadaan TNI dan Polri dalam Pemilu 2009 mengingat TNI dan Polri sudah menegaskan bahwa mereka akan menjaga netralitasnya?

Itu semua karena proses dari pendidikan politik. Kita sama-sama lihat nanti, sampai seberapa jauh dedikasi TNI dan Polri. Apakah mereka menepati janjinya untuk tetap netral.

Apa yang Ibu harapkan untuk 2008?

Kalau saya perhatikan, yang sangat memprihatinkan adalah di bidang ekonomi. Kita tidak usah bicara panjang lebar deh. Hari ini saja, istilahnya bagian dapur saya laporan, harga-harga terus meningkat. Mereka tadi bertanya, kenaikan harga-harga ini berhentinya kapan, Bu? Keluhan mereka ini saja menjadi sebuah terjemahan bahwa keadaan perekonomian kita masih terus perlu diperbaiki dalam artian untuk mensejahterakan rakyat, terutama membeli kebutuhan-kebutuhan pokok mereka. Kalau barang itu ada tapi harganya tidak terjangkau oleh rakyat, ya sama saja bohong…

(Selesai)