Monas Bebas, Istrinya Dihukum Mati

istri Monas, Jat Lie Chandra alias Cece

 

Jakarta, 9 Desember 2008  —   Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis kepada Liem Piek Kiong alias Monas 1 tahun penjara bukan atas kasus kepemilikan 1 juta ekstasi. Dalam berkas perkara kasus bandar 1 juta ekstasi tahun 2007 silam, status Monas hanya sebagai saksi bukan tersangka.

“Monas kasusnya berbeda, vonisnya jatuh pada 5 Juni 2008 dan sudah selesai,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum A H Ritonga di ruangannya, Kejagung, Jakarta, Selasa (9/12).

Ritonga mengatakan bahwa kasus Monas berbeda dengan terpidana kepemilikan 1 juta ekstasi, yakni istri Monas, Jat Lie Chandra alias Cece. Dia mengatakan bahwa Monas ditangkap di Mal Taman Anggrek atas kasus penggunaan sabu-sabu.

“Barang buktinya 1,5 gram sabu-sabu dan terhadap perkara ini Monas dijadikan terdakwa, kasusnya sudah selesai, dan bebas dari rutan Salemba,” terang dia.

Ritonga mengaku telah memanggil Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk meluruskan 2 kasus berbeda tersebut. Sebab informasi yang beredar saat ini menyebutkan bahwa Monas ditahan hanya 5 tahun penjara sebagai terpidana kasus bandar 1 juta ekstasi.

Ritonga menyatakan bahwa di dalam berkas yang ia terima dari tim penyidik polri tidak ada nama tersangka Monas tapi yang ada hanya istri Monas yaitu Jat Lie Chandra alias Cece. Di dalam berkas perkara itu, Monas statusnya hanya sebagai saksi dari kasus kepemilikan 1 juta ekstasi tiga terpidana mati yakni istri Monas Jat Lie Chandra alias Cece, Liem Jit Wee dan Chua Lik Chang alias Asok.

“Tiga terdakwa kasus kepemilikan 1 juta ekstasi itu semua dihukum mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat tapi tidak ada nama Monas,” imbuh Ritonga.

Mengenai apa alasan Monas tidak di tetapkan sebagai tersangka, padahal informasi yang beredar Monas lah bandar 1 juta ekstasi itu, Ritonga mengaku tidak tahu. Pasalnya Kejaksaan Agung hanya menerima berkas perkara, namun tidak melakukan penyidikan.

“Itu sebaiknya ditanyakan kepada penyidik polisi untuk lebih jelasnya,” pungkas dia.

Informasi yang beredar sebelumnya, Lim Piek Kiong alias Monas, bandar 1 juta ekstasi, hanya dihukum lima tahun penjara. Sementara Jat Lie Chandra alias Cece, istri monas yang hanya bertugas sebagai orang lapangan, justru dihukum mati di pengadilan yang sama.

Monas tertangkap bersama delapan rekanannya 11 November 2007 di Mal Taman Anggrek dengan barang bukti 490.802 butir ekstasi atau senilai Rp 49,08 miliar. Sementara Cece ditangkap di rumah rocker Achmad Albar di Depok tanpa barang bukti.

Jaringan Monas terbongkar 10 November 2007 berawal dari penangkapan Abdurohim, anak buah Monas di Hotel Peninsula dengan barang bukti 9.802 butir ekstasi. Dari kesaksian Abdurohim ditangkaplah Liem Jit Wee dan Chua Lik Chang alias Asok di apartemen Mediterania dengan bukti 1.000 butir ekstasi.   (*)

 

 

SUMBER :  INILAH.COM

Monas Bandar Narkoba Besar Indonesia

Kapolri Jenderal Polisi Sutanto saat melakukan sidak ke Apartemen Taman Anggrek dalam kasus bandar narkoba Liem Piek Kiong alias Monas

 

Jakarta (Dikutip dari Blog MAFIA INDONESIA)  —  Sosok Liem Piek Kiong alias Monas adalah salah satu bandar besar pendistribusian ekstasi ke pelbagai diskotek di Jakarta dan Surabaya. Berpenampilan sederhana, namun punya jaringan Asia Tenggara hingga Belanda.

Menyebut nama Monas di kalangan bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), jangan heran kalau berbagai cerita heroik mengantarkannya. Maklum, dia yang dekat dengan kalangan jetset adalah bandar besar yang patut diperhitungkan di Jakarta.

Selain dirinya, Stalin Law Yong Kiat alias Steven, Cheong Mun Yau alias Andrew atau Heri dan Diong Chee Meng, diketahui menjadi otak bagi peredaran ekstasi di Indonesia. Termasuk di Apartemen Taman Anggerek, November silam. Sedangkan warga Taiwan yang buron adalah Huang Wen Jhang, yang juga menjadi bos dari perusahaan Hup Seng Ltd, menyusul terungkapnya empat pabrik pembuat sabu-sabu di Batam pada Oktober 2007 atas kerja sama badan penanggulangan narkotika (DEA) Hongkong dan Singapura.

Cece, istri Monas, berperan besar urusan lobi melobi.

Pasalnya, ia pandai berbahasa Inggris dan Mandarin.

Sebab pil godek didatangkan dari asia seperti China, Singapura dan Taiwan. Selain itu pemasok utamanya dari Belanda. Seperti yang dilakukan Bahari alias Bocel. Ia menyelundupkan ekstasi sebanyak 600.000 butir ke dalam kompresor udara.

Sayangnya Boncel kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Mabes Polri.

Namun polisi berhasil menggagalkan upaya tersebut dan berhasil menangkap lima warga asing dan satu WNI. Kelima warga negara asing tersebut adalah Segrefred (Belanda), Ong Tiong Yoh (Singapura) Ong Oah (Taiwan) Tzu Chieng (Taiwan) Lil alias Chy (Taiwan) dan Alek (Indonesia). WNA itu ditangkap di Taman Palem Mutiara Blok C-9/62, Cengkareng, Jakarta Barat pada 28 Februari 2008.

Narkoba ini berhasil melewati jalur ‘tikus’ yakni Belanda- Taiwan dan Jakarta. Anehnya dalam pemeriksaan di pelabuhan Tanjung Priok petugas bea cukai membebaskan benda aneh dalam kompersor udara.

Bicara soal bandar narkoba, para clubber’s (penikmat dunia malam) atau sindikat barang haram pasti sudah mahfum dengan nama Liem Piek Kiong alias Monas, atawa Key Person alias Jekly alias Jenny Chandra alias Cece alias Jat Lie Chandra. Ia tak lain adalah istri Monas yang kini terantuk bisnis pil laknat. Keduanya merupakan pemasok ekstasi dan sabu-sabu ke diskotek di negeri ini. Perempuan dengan empat nama samaran ini setali tiga uang dengan Monas. Namun Cece lebih beruntung dibanding dengan suaminya.

Beruntungnya meski telah ditangkap polisi bersama adiknya, Iskandar Chandra. Cece masih bisa lolos dari sangkaan polisi. Ia mengatakan bahwa barang bukti yang diperoleh polisi bukan miliknya.”Dia ( Cece) bisa membuktikan sabu- sabu dan lain-lainnya bukan miliknya,” kata sumber di kepolisian. Padahal barang bukti yang berhasil disita adalah 202 kilogram sabu-sabu, 1 kg ganja kering, bahan-bahan precusor (bahan kimia untuk membuatan narkotika) dan berbagai peralatan untuk membuat sabu-sabu. Sabu-sabu serta barang bukti lainnya didapat polisi dari Apartemen Menara Pluit Jakarta Utara lantai 16, kamar 161, pada1 Februari 2006 silam.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (21/5) silam, Monas mengaku pernah nyabu bersama Ahmad Albar. “Sudah lama, 2-3 tahun yang lalu,” jawab Monas ketika ditanya kapan ia nyabu bersama pelantun ‘Semut Hitam’ itu. Iyek, panggilan Ahmad Albar, mengaku, “Memang benar saya pernah nyabu (mengonsumsi sabu) bersama Monas. Tapi, itu dulu. Sudah masa lalu. Saya dan Monas hanya bersahabat. Kami berhubungan baik dan erat karena dia suka musik dan pernah mengelola diskotek. Saya juga pernah.”.

Sebaliknya Monas sang residivis, diseret ke kursi ‘panas’ Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sayangnya hakim PN Jakut masih ‘berbaik hati’ dan memberi hukuman empat bulan kepada Monas. Dari pantuan Tabloid Sensor, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (29/5). Meski Monas berada di sel tahanan namun ia tetap bisa berinteraksi dengan dunia luar. Buktinya di dalam sel tahanan sementara PN Jakbar, ia masih bisa menggunakan telepopn selular. Kendati petugas tahanan kerap memergoki Monas tengah bertelepon ria, namun tidak ada teguran atau pun larangan dari pihak petugas tahanan. Adaan dugaan Monas masih mengendalikan jaringan sindikat narkoba dari dalam sel.

`Seperti diwartakan sebelumnya, dari Apartemen Taman Anggrek polisi menyita 481.000 butir ekstasi dan uang tunai Rp. 2,5 miliar.

Salah satu tersangka, Lim Piek Kiong alias Monas (47) dengan istrinya Jenny Chandra alias Jacklyn alias Cece, merupakan pemasok ekstasi ke sejumlah diskotik besar di Jakarta dan Surabaya. ”Barang” yang digunakan memiliki kualitas nomor satu. Dengan kualitas terbaik itu, diskotik terkait diuntungkan dengan ramainya pengunjung.

Anehnya jaksa penuntut umum (JPU) Supardi dan Idianto dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta hanya mendakwa sang bandar narkoba dengan pasal pengguna bersama rekan senasibnya, Thio Bokan alias Johan. Yakni pasal 62 Undang-Undang nomor 5 tentang psikotropika. Padahal saat penangkapan polisi mendapati ratusan ineks di kamar Monas yang berada di Tower lima kamar nomor 19A Apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat.

Monas menancapkan kukunya melalui Abdurohim dan Ucok sebagai bandar di sejumlah diskotik besar di Jakarta. Keduanya ikut tertangkap dalam rangkaian penangkapan yang dilakukan BNN di Apartemen Taman Anggrek. Ada tiga jenis ekstasi yang diperdagangkan. Warna putih untuk daya tahan tubuh saat tripping, cream agar bisa tidur usai tripping dan dijamin bermimpi indah, serta hijau muda untuk meningkatkan libido seks. “Jika sudah merasakan barang milik Monas, pemakai akan sulit pindah (dari lokasi hiburan tempat peredaran ekstasi tersebut),” papar sumber itu.

Residivis
Mengenai sepak terjang Monas dalam berbisnis ekstasi, ia dikenal cukup tajir. Tak hanya itu dia juga sanggup menyulap barang bukti ribuan ekstasi dan sabu-sabu menjadi pulus. Sebab, pria ini sudah pernah masuk bui setelah dibekuk jajaran Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya pimpinan Kombes Pol. Carlo Brix Tewu. Tidak tahu kenapa, Monas yang merupakan bandar besar narkoba hanya mencicipi dua tahun penjara, sedangkan istrinya, Jenny alias Cece, tidak tertangkap.

Bahkan, is sempat menjadi “liong” dalam bisnis butiran pit memabukkan itu. Sepak teriangnya diakui. Untuk mendapatkan satu lokasi peredaran ekstasi, Monas tak segan-segan membayar dua atau tiga kali lipat dari setiap butir ekstasi yang terjual kepada “penguasa” tempat hiburan malam.

Monas juga sempat memiliki kaki tangan bernama Edi Bewok. Bewok pada tahun 2002 merupakan buronan nomor satu Polda Jawa Timur dalam kasus narkoba, karena kabur dari penjara di Surabaya. Langkah Bewok akhirnya terhenti setelah dibekuk Polda Metro Jaya. Setelah mendekam di LP Cipinang, beberapa lama, Bewok tak jera. Ia kembali menjalankan bisnis haram itu di Jakarta. Nyawanya akhirnya melayang dalam penangkapan kedua yang dilakukan jajaran Polda Metro Jaya di Hotel Olimpic, Lokasari, Jakarta Barat.

Meski kehilangan nyawa kaki tangannya, Monas terus mengembangkan bisnis ekstasinya. Informasi yang diperoleh, pil setan Monas beredar di beberapa diskotik besar Jakarta diantaranya, RM, Mil, Les, San, GC, dan lainnya. Sebagai “liong”, ekstasinya pun beredar ke seantero Nusantara.

Untuk menggaet konsumen dari kalangan publik figur, Monas punya kiat sendiri. Jenny lah yang ditugaskan. Termasuk kalangan selebritis, yang salah satunya rocker gaek, Ahmad Albar. Ahmad Albar mengakui, Jenny adalah teman dugemnya. Selain itu, Jenny yang mahir berbahasa Mandarin dan Inggris, dikenal mempunyai jaringan luas, yakni meliputi Malaysia, Singapura, Brunei, dan Indonesia. sofyan hadi  (*)

 

 

 

SUMBER :  BLOG MAFIA INDONESIA

Skandal Hukum Paling Memalukan Terkait Bandar Narkoba Liem Piek Kiong Alias MONAS

Barang bukti uang yang disita di Apartemen Taman Anggrek untuk kasus Liem Piek Kiong alias Monas

 

JAKARTA (DOKUMENTASI KATAKAMI.COM Desember 2008)  —  Bukan sulap sembarang sulap. Inilah skandal hukum yang paling memalukan di Indonesia untuk tahun 2008 dalam hal pemberantasan narkoba. Bayangkan, seorang bandar dan mafia narkoba internasional yang paling berbahaya, sengaja diloloskan dari jerat hukum oleh oknum Polri. Pemerintah Indonesia sekarang menjadi sangat dilematis posisinya.

Nama si bandar “MONAS” yang ditangkap di Apartemen Mal Anggrek bulan November 2007, terkesan sengaja tidak dimasukkan namanya di berkas pemeriksaan.

Sangat memalukan, jika ada seorang bandar dan mafia narkoba yang disebut-sebut sebagai pemilik dari 1 juta pil ekstasi, justru hanya dijadikan sebagai saksi saja dan memang disengaja untuk tidak dimasukkan namanya dalam berkas pemeriksaan penyidik Polri dalam kasus yang melibatkan si bandar itu sendiri.

Bandar pemilik 1 juta pil ekstasi dengan tersangka Lim Piek Kiong alias Monas bisa berubah kasusnya hanya menjadi kepemilikan 1,5 gram sabu. Sedangkan isteri dari si bandar tadi, justru mendapat hukuman atau VONIS MATI !

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepemilikan 1,5 gram sabu itulah yang diserahkan polisi sehingga jaksa hanya menuntut 1 tahun penjara.

Tidak dimasukkannya nama Monas ke dalam berkas pemeriksaan kasus Apartemen Taman Anggrek, seakan menunjukkan betapa lihai dan canggihnya oknum aparat Polri yang berada sebagai arsitek dari penyelamatan terhadap Monas.

Sebab, Jaksa tidak akan dapat berbuat apapun untuk menjerat Monas ke dalam proses hukum, sepanjang polisi memang tidak mencantumkan nama sang bandar ke dalam berkas pemeriksaan. Disinilah letak kelihaian dari oknum Polri yang “bermain”

Oknum tersebut menguasai kekurangan dan kelemahan KUHAP yang digunakan aparat penegak hukum di Indonesia.

Untuk “mengunci” gerak kalangan Jaksa agar tidak bisa menjatuhkan dakwaan apapun terhadap sang bandar yang tampaknya mempunyai beking kuat didalam internal Polri, maka modus operandi seperti ini ditumbuh-suburkan oleh Oknum Pelaku di internal Polri.

Oknum ini langsung mengirimkan SMS teror kepada Pemimpin Redaksi KATAKAMI.COM pada Rabu (10/12/2008) siang ini sebagai reaksi atas tulisan ini). SMS itu menunjukkan kepanikan yang sangat parah dari sang Oknum yang liar tak terkendali indikasi pelanggaran hukumnya. Oknum yang dikenal suka menyalah-gunakan penggunaan alat penyadap ini, begitu ketakutan jika keterlibatannya dalam kasus Monas terongkar.

Luar biasa !!!

 

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga

 

Kepada KATAKAMI.COM dan Media Indonesia, hari Selasa (9/12/2008) kemarin di ruang kerjanya di Kejaksaan Agung, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga mengatakan lewat wawancara khusus bahwa Monas tidak pernah dimasukkan namanya oleh Kepolisian dalam BAP kasus Mal Taman Anggrek,

“Semua kasus bandar narkotika, yang memiliki sindikat terorganisasi, pasti kami tuntut hukuman mati. Dalam kasus Monas, dia bukan di-BAP sebagai bandar, melainkan pengguna sabu 1,5 gram. Sesuai KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana), BAP yang diserahkan Polisi itulah yang dijadikan oleh Jaksa menjadi dakwaan untuk dibawa ke persidangan. Kami juga memastikan bahwa Jaksa tidak main-main dengan kasus narkoba. Bukan pelaku dan Bandar narkoba saja yang kami tindak dan tuntut sesuai hukum. Jaksa yang main-main untuk kasus narkoba, akan kami tindak tegas !” kata Ritonga.

Jampidum Ritonga juga memerintahkan bawahannya untuk mengecek keberadaan Monas, apakah masih berada didalam tahanan. Tapi ternyata dari hasil pengecekan itu, diperoleh informasi bahwa Monas sudah “tidak ada” didalam tahanan LP Salemba. Sekali lagi, inilah permainan sulap yang menjadi skandal narkoba paling memalukan abad kini.

Bayangkan, pejabat negara selevel Kapolri sampai harus melakukan sidak ke TKP penangkapan Monas dan mengumumkan langsung kepada media massa.

Bahkan, Kabareskrim ketika itu (Komjen Bambang Hendarso Danuri, kini menjadi Kapolri, red), sampai datang ke ruang kerja Jampidum Abdul Hakim Ritonga untuk menjalin koordinasi yang erat agar Kejaksaan ikut mendukung seluruh pelaku “Mal Anggrek” dihukum seberat-beratnya.

Tapi, apa yang terjadi ?

Disinilah letak permainan sulapnya. Monas, sang bandar yang disebut-sebut dan dikabarkan dekat dengan “seorang perwira tinggi berbintang tiga”, hanya menjadi SAKSI dalam persidangan pada terdakwa kasus narkoba “Mal Anggrek”.

Dan hebatnya, ketika 3 orang terdakwa dihukum MATI, Monas justru disidangkan dan mendapat vonis yang luar biasa ringannya.

Bandar yang kabarnya sudah bolak balik “lolos” dari jerat hukum ini, disidangkan karena melakukan tindak pidana “secara sengaja dan tanpa hak, melawan hukum, memiliki, menyimpan dan menguasai Psikotropika Golongan II”.

Vonisnya ?

Bukan sulap sembarang sulap, Monas yang dipergoki di Mal Taman Anggrek November 2007 itu, divonis hanya 1 tahun penjara dengan denda Rp 1 juta subsidair 1 bulan kurungan, dengan barang bukti 1,1587 sabu-sabu.

Vonis untuk Monas dijatuhkan oleh Majelis Hakim Haris Munandar SH, Agusin SH dan Daniel DP, serta Panitera Pengganti Nellyy Rusli SH. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum adalah Sultoni SH.

Monas bersama delapan rekannya di Apartemen Mal Taman Anggrek dengan barang bukti 490.802 butir atau senilai Rp49,08 miliar pada 21 November 2007.

 

Kapolri Jenderal Polisi Sutanto saat melakukan sidak ke Apartemen Taman Anggrek untuk kasus Liem Piek Kiong alias Monas (November 2007)

 
Pada 18 September 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diketuai Hesmu Purwanto memvonis mati tiga anggota jaringan tersebut, yakni Christian Salim alias Awe, 48, Lim Jit Wee alias Kim, 43, serta Jat Lie Chandra alias Cece, 40, istri Monas.

Cece yang ditangkap di rumah rocker gaek Ahmad Albar tanpa barang bukti divonis mati dengan pertimbangan bagian dari sindikat terorganisasi.

Tahun 2007 lalu, terbongkarnya kasus “Mal Taman Anggrek” ini berawal dari adanya informasi bahwa ada sindikat narkoba yang mengimpor ekstasi dari Belanda hingga jutaan butir.

Didahului dengan penangkapan aparat Polisi kepada Abdurohim Di Kamar 2319 Hotel Peninsula Jakarta. Dari tangannya, Polisi menyita 9.802 butir ekstasi. Berdasarkan pengakuan Abdurohim, tanggal 21 November 2007 Polisi membekuk Lim Jit We di Kamar 30 KH dan Bhua Lik Chang di Kamar 26 KA Tower Dahlia Apartemen Mediterania.

Kemudian Polisi melakukan penggerebekan di Apartemen Taman Anggrek Tower 5 Kamar 19 A. Disitulah bandar kelas KAKAP Monas alias Lim Piek Kiong ditangkap.

Kapolri Sutanto yang “meninjau” TKP memberitahukan kepada wartawan bahwa sindikat Monas ini berencana membangun pabrik ektasi di Indonesia. Untuk mewujudkan rencana itu, mereka berniat mendatangkan enam orang ahli kimia asal Cina.

Bagaimana sebenarnya komitmen dari Pemerintah Indonesia dalam memberantas narkoba ?

Bagaimana pertanggung-jawaban dari Polri terhadap penempatan perwira tinggi dalam pos jabatan yang strategis dalam pemberantasan narkoba, padahal nama perwira tinggi itu memang sangat “santer” menjadi sahabat sangat amat rapat luar biasa dengan bandar dan mafia narkoba internasional ?

Rakyat jenuh terhadai segala kepura-puraan dan ketidak-jujuran !

Rakyat jenuh dengan sandiwara dan lakon tak bermoral dari oknum aparat yang mempermainkan hukum di negeri yang tercinta ini !

Rakyat sudah terlalu mual dan mau muntah dengan semua aksi bau terasi dari oknum yang mencari keuntungan dan kekayaan bagi dirinya sendiri !

Dimana, implementasi dari slogan dan jargon-jargon, “NEGARA TIDAK BOLEH MELAWAN NARKOBA ?”

Betapa pedih dan perih hati dan jiwa rakyat di negeri ini, lihatlah, bandar dan mafia narkoba internasional yang sangat berbahaya di muka bumi ini, dibiarkan lolos dari jerat hukum dengan semua akal-akalan yang canggih, rapi dan terorganisir secara profesional untuk meloloskan sang bandar yang biadan dan laknat ini.

Benarkah “NEGARA TIDAK BOLEH KALAH MELAWAN NARKOBA ?”

Dengan lolosnya bandar biadab dan laknat semacam Monas, dengan hanya divonis 1 tahun penjara dan barang bukti HANYA 1,1587 gram sabu sabu, tampaknya NEGARA MEMANG AKAN KALAH MELAWAN NARKOBA.

Ibu pertiwi sudah sepantasnya menangisi hal ini ….

Siapa beking dari Monas ?

Siapa oknum perwira tinggi yang mendapat setoran uang dari Monas ?

Siapa yang memerintahkan agar Monas tidak dimasukkan namanya dalam berkas BAP penyidik Kepolisian agar Jaksa tak akan pernah bisa mendakwa bandar biadab dan laknat itu ?

Mengapa harus ada sandiwara ?

Mengapa harus ada permainan yang sekotor ini dan sangat tidak bermoral ?

Entahlah …

Tapi tidak ada kata terlambat untuk penegakan hukum, tangkap bandar busuk yang sangat berbahaya itu dimanapun ia berada saat ini. Tangkap oknum Perwira Tinggi Polri yang menjadi beking sang bandar. Penjarakan keduanya di dalam jeruji besi yang sama. Adili dan hukum seberat-beratnya. Tidak cuma menghukum si bandar, tetapi juga beking yang sangat tak bermoral ini.

Indonesia akan ditertawakan oleh dunia internasional bila terus menerus memelihara “abdi negara” yang berperilaku seperti iblis. Bayangkan, berulang-ulang kali melakukan pelanggaran hukum yang sama yaitu sengaja meloloskan bandar dan mafia narkoba sekotor ini.

Siapa bekingnya ?

Siapa ?

Katakan sejujurnya kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia, siapa beking dari bandar narkoba yang busuk ini agar hukum dapat ditegakkan kembali sebenar-benarnya.

(MS)